1. Dalam politik pencitraan itu biasa. Tapi jika sangat berlebihan bisa menurunkan kepercayaan rakyat. ANGKUH TERBAWA, TAMPAN TERTINGGAL.
2. Diam itu emas, jika tak perlu bicara diamlah ! Bicara itu perak, jika harus bicara bicaralah. Tapi bermutu dan bermanfaat.
3. Tong kosong nyaring bunyinya. Akan lebih bijak jika tong yang masih kosong diisi dulu. Isilah dengan pengetahuan dan pengalaman.
4. Tugas pemimpin mengatasi masalah. Pimpinlah termasuk bekerja sama dan bermusyawarah untuk mengatasi masalah.
5. Kekuasaan menggoda, karenanya gunakanlah secara tepat & bijak. Jangan sewenang-wenang dan jangan melampaui kewenangannya.
6. Seorang pemimpin perlu bersabar Dan tak perlu allergic terhadap kritik !
MENAPUK AIR DI DULANG, TERPERCIK KE MUKA SENDIRI:
Kicauan di atas lebih tepat disebut sebagai lenguhan, karena yang melenguh kebetulan ber-shio (zodiak Tionghoa) ‘kerbau’. Entah apa yang dimaksudkannya dengan melenguh demikian? Apakah pertanda PRIHATIN, seperti yang sering diungkapkannya semasa berkuasa? Prihatin karena dia tidak dapat berbuat sesuatu yang positif semasa berkuasa. Bilamana yang dimaksudnya adalah MENYINDIR Kerbau-Muda, yang menjadi penerusnya sebagai pemegang tampuk pemerintahan, JELAS salah alamat. Karena dengan demikian, air comberan yang dia tapuk, akan memerciki muka yang mesum itu.
Mari kita ulas satu-per-satu, ke-6 tapukan tersebut:
1. Pencitraan adalah penonjolan ‘verbal’, tanpa didukung dengan kerja nyata setelahnya, terlebih lagi bila kenyataannya adalah sebaliknya. Contohnya, slogan: “Katakan TIDAK pada Korupsi”. Kenyataannya, hampir semua begundals-nya, yang menjadi bintang-iklan tersebut, sudah memakai baju ORANJE. Sisanya, termasuk $ang Komandan tinggal ‘menghitung hari’ saja. Memang ANGKUHnya TERBAWA sampai dia lengser, dan dia sudah tidak TAMPAN lagi.
2. Kerbau Muda memang bicara seperlunya, dia tidak pandai ber-diplomasi. Ketika bertemu Pemimpin Dunia pada beberapa hari setelah pelantikan, dia dengan lugunya mampu tampil percaya diri, dan berhasil membawa investasi untuk membangun negerinya, yang telah STAGNAN selama 10 tahun lamanya. Berbeda dengan Kerbau Tua dahulu yang (konon) sangat piawai membaca teks pidato, namun tidak mendapatkan apa-apa dari mancanegara, kecuali UTANGAN dari negeri Rentenir. Dan dengan bangga mengatakan bahwa negerinya masih DIPERCAYA untuk mendapatkan utangan. Tiada susah untuk membedakan mana EMAS dan mana KUNINGAN, dari kedua Kerbau tadi.
3. Tong Kosong memang harus diisi. Tetapi jangan diisi oleh gelar akademis tinggi-tinggi, itu akan menjadikannya BERAT untuk memikulnya, terlebih lagi kalau itu hanya sekedar gelar tanpa didukung oleh ‘intelegensia’ serta keberanian untuk mengambil tindakan yang tepat. Memangku jabatan adalah amanah, yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya demi kemajuan bangsa dan negara. Bukan hanya demi diri-sendiri, keluarga dan begundals. Percuma kalau TONG berisi Pengetahuan & Pengalaman, namun hanya disimpan saja dalam TONG tersebut, tanpa pernah diAMALkan.
4. Tugas Pemimpin untuk mengatasi masalah. Seberapa mampu dan berani Kerbau Tua dulu mengatasi masalah. Juga apakah dia sudah melihat NYATA masalah yang ada, atau hanya berdasarkan laporan semata sembari duduk manis menanti di Singhasana. Lihatlah Kerbau Muda selalu berkeliaran untuk menyaksikan sendiri apa yang dibutuhkan oleh rahayatnya. Bermusyarawah bukan berarti berKOLUSI demi kepentingan sebagian rahayat yang katanya ELITE (baca: laskar hitam DPR). Kerbau Muda nan Kurus, bahkan berani mengambil RISIKO untuk TIDAK POPULAIRE, dengan mengumumkan SENDIRI kenaikan harga BBM. Pada saat Kerbau Tua berkuasa, hal demikian mana dilakukannya sendiri, dia selalu berlindung di balik sang wakil (2004-2009) atau bawahannya yang lain. Bahkan, pada saat-saat negeri dalam keadaan genting, dia malahan ‘wandelen’ (plesiran) ke negeri luar; dan baru kembali sesudah masa kritis terlewati.
5. Kekuasaan memang menggoda. Itulah sebabnya, pada periode sebelum 20 Oktober 2014, Pasal 33 ayat 1 UUD’45, ‘azas kekeluargaan’ ditafsirkan sebagai ‘azas keluarga penguasa’. Sehingga rakyat banyak cuman DISUAPnya dengan BLT & BLSM, sekedar penutup mulut. Dan uang tidak seberapa itu masih banyak yang salah alamat, yaitu kepada kerabat aparat yang belum tentu ‘belum sejahtera’. Kerbau Muda melihat ini sebagai masalah dan membenahinya, serta memberikannya dalam bentuk KARTU ELEKTRONIK, supaya tidak gampang disunat oleh aparat dan gampang monitoring-nya.
6. Sabar & tidak alergi terhadap kritikan. Bukankah ciri orang MUNAFIK adalah bilamana yang keluar di mulutnya tidak sesuai dengan kata-hatinya? Memang Kerbau Tua SABAR, bilamana ada masalah yang menimpa pada negara & rakyatnya. Misalnya: kasus tapal batas dengan negeri Maling Asia, dan kasus pelecehan/penyiksaan terhadap TKW/TKI oleh negeri Onta. Sabar bukan hanya sepanjang bisa mengucap PRIHATIN, oom? Namun, bilamana kritikan itu menuju kepada pribadi & keluarganya, dia dengan serta-merta membela diri dengan kalapnya, bak Gouvernor Pontius Pilatus yang ‘mencuci tangan’nya.
No comments:
Post a Comment